Jumat, 24 Agustus 2012

Ini tentang janji

Jika cinta itu adalah sejenis tanaman, maka ia adalah tanaman yang paling mudah ditanam di manapun.
Cinta tumbuh kapan saja, tak mengenal musim.
Cinta pasti akan tumbuh subur asal kau mau menanamnya.

Itulah pengertianku tentang cinta.

Sepertiku saat ini.
Orang-orang menjulukiku dengan gadis tanpa ekspresi. Aku bahkan tak pernah jatuh cinta.

Yah. Kuakui itu memang benar. 
Aku tak pernah jatuh cinta tanpa alasan. Bagiku, pasangan hidup adalah orang yang kupilih, bukan orang yang kucintai.

23 usiaku saat ini, dan kurasa telah tiba saatnya bagiku untuk memilih orang yang akan kucintai. Aku perempuan. Namun aku tak mau menunggu. Aku memilih.

Satu tahun terakhir aku mengamati orang-orang di sekitarku. Aku memperhatikan setiap laki-laki yang berpeluang untuk menjadi pasanganku. Tentu saja aku memerlukan alasan yang kuat mengapa aku harus memilih salah satu dari mereka. Bagiku, siapapun yang menjadi pasanganku, harus orang yang menguntungkan bagiku.

Beberapa orang di kampus sempat menjadi pertimbanganku, tentu saja mereka memberiku banyak alasan untk memilih mereka. Baik. Akan kusisihkan untuk sementara.

Aku berjalan kembali. Sempat kulirik beberapa teman lama yang telah memiliki pekerjaan yang cukupmapan dengan penghasilan yang lumayan. Oke. Ini juga bisa menjadi referensi.

Aku diam, memilah beberapa dari mereka.
Kemudian kutolehkan pandanganku pada foto yang terpajang di dinding rumahku. Foto adikku dan beberapa orang bersarung dengan peci putih. Kurasa ini tidak buruk. Meski masa depan duniawi mereka tidak terlalu jelas, namun aku merasa telah mendapat jaminan masa depan akhirat yang baik jika aku menghabiskan sisa usiaku bersama mereka. Baiklah, kurasa ini adalah pilihan yang tepat.

Aku kemudian melangkahkan kaki dengan lenggang. Merasa telah menemukan pilihanku. Aku hanya berpikir untuk menunggu waktu yang tepat, dan kemudian menikah. Mudah saja.

Namun tanpa kusadari aku melangkah terlalu jauh. Aku telah berada di tempat yang sama sekali tak pernah terpikirkan. Memang benar bahwa ini tempat yang kuinginkan. Tapi sebelumnya, dalam pikiranku, tempat ini hanya berisi anak-anak yang membutuhkan pendidikan dan masyarakat yang membutuhkan pengarahan. Aku sama sekali lupa bahwa dalam masyarakat pasti ada laki-laki muda. Makhluk yang bukan tidak mungkin akan memasuki daftar pilihan pasangan hidupku.
Kubilang bukan tidak mungkin. Sebab aku mengenal betul bagaimana otakku bekerja. Aku tahu betul tentang pikiran-pikiran nakalku.

Hmm...mengapa tidak. Kurasa ini cukup menguntungkan. Aku memilihnya, dan aku merasa hebat. Mungkin demikian.

Aku tidak menemukan alasan lain.

Ah... Tuhan terlalu adil untuk membiarkan kaum seperti ini tetap dalam keadaan seperti ini.